ATONIA UTERI

TUGAS MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN III
ATONIA UTERI



Oleh:
Ni Putu Ayu Oktaviani Astuti       (10140024)
Putu Ayu Praptisari                      (10140025)
Indayani Rahman                         (10140026)
Ni Kadek Tia Astuti                     (10140027)
Dita sandi lestari                           (10140029)
Kartini                                          (10140030)
Kelas : B.71


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2011 / 2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami  panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha  Esa, karena atas  berkat dan rahmat-Nya sehingga kami  dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul berjudul “Atonia Uteri” yang  diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan III.
Ucapan terimakasih kami  sampaikan  kepada  dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan kepada kami  sehingga makalah ini dapat terselesaikan, ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan dorongan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa laporan akademik ini masih bayak terdapat kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan laporan ini untuk kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan  menambah pengetahuan serta  wawasan bagi para pembaca pada umumnya  dan  khususnya bagi  seluruh mahasiswa kebidanan.


Yogyakarta, 2 Januari 2012

Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................  i
KATA PENGANTAR .......................................................................................................  ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B.       Rumusan Masalah ........................................................................................................  2
C.       Tujuan ..........................................................................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN
A.      Pengertian Atonia Uteri ...............................................................................................  3
B.       Etiologi ........................................................................................................................  3
C.       Tanda dan Gejala .........................................................................................................  5
D.      Diagnosis .....................................................................................................................  5
E.       Pencegahan atonia uteri ...............................................................................................  6
F.        Manajemen atonia uteri ...............................................................................................  7
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan ..................................................................................................................  12
B.       Saran ............................................................................................................................  12
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40 - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insiden pendarahan akibat persalinan salah satunya disebabkan oleh atonia uteri. Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan postpartum, atonia uteri, plasenta previa, solution plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan postpartum. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masihtinggi.
Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesiblitas penanganan kelahiran, 75% hingga 85% kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama akibat perdarahan. Padahal 90% dari kematian itu bisa dihindari. Walau kebanyakan ibu sudah memeriksakan kehamilannya di pusat pelayanan kesehatan secara teratur, namun 70% persalinan masih terjadi dirumah. Masalahnya, sangat sedikit pihak yang mengetahui diagnosis dan pengelolaan perdarahan akibat keadaan darurat ini. Jika saja hal ini bisa dilakukan, bukan mustahil angka kematian ibu dapat ditekan.
Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh persalinan.  Bedasarkan penyebabnya:
1.         Atoni uteri (50 – 60%).
2.         Retensio plasenta (16 – 17%).
3.         Sisa plasenta (23 – 24%).
4.         Laserasi jalan lahir (4 – 5%).
Oleh karena itu, sebagai bidan penulis cukup prihatin terhadap masalah ini, sehingga perlu dibahas dan dicarikan solusi yang tepat dalam menangani kasus atonia uteri ini.

B.       Rumusan Masalah
Adapun yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Apakah yang dimaksud dengan atonia uteri?
2.         Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya atonia uteri?
3.         Apa saja tanda dan gejala dari atonia uteri?
4.         Bagaimana menegakkan diagnosis atonia uteri?
5.         Bagaimana caranya mencegah atonia uteri?
6.         Bagaimana caranya menangani atonia uteri?

C.      Tujuan
Adapun tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan salah satu tugas  mata kuliah Asuhan Kebidanan pada masa nifas.
Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut :
1.         Agar kita mengetahui apa yang dimaksud dengan atonia uteri.
2.         Agar mampu menjabarkan  faktor-faktor penyebab terjadinya atonia uteri.
3.         Agar mampu mengenali tanda dan gejala dari atonia uteri.
4.         Agar mampu menegakkan diagnosis atonia uteri.
5.         Agar mengetahui dan mampu menerapkan  cara-cara mencegah atonia uteri.
6.         Agar kita mengetahui dan mampu menangani atonia uteri.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi dan retraksi normalnya dimana tidak mampunya otot rahim untuk berkontraksi sehingga tidak mampu menutup pembuluh darah yang terdapat pada tempat implantasi plasenta dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri. Atonia uteri juga didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksserat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darapada tempat perlekatan plasenta. Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.

B.       Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor predisposisi (penunjang) seperti :
1.         Overdistention uterus seperti: gemelimakrosomia BB > 4000 gr, polihidramnionparitas tinggi dimana peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
2.         Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3.         Multipara dengan jarak kelahiran pendek.
4.         Malnutrisi.
5.         Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.
6.         Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis).
7.         Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus).
8.         Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual.
9.         IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati).
10.     Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.
Selain faktor – faktor di atas, faktor lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri adalah :
a.         Kehamilan dengan mioma uterus
Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
b.        Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
c.         Persalinan lewat waktu
Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.
d.        Infeksi intrapartum
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.
e.         Persalinan yang cepat
Persalinan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
f.         Kelainan plasenta
Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.
g.        Anastesi atau analgesik yang kuat
Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.
h.        Induksi atau augmentasi persalinan
Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.
i.          Penyakit sekunder maternal
Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.
j.          Salah pimpinan kala III
Yaitu kalau rahim di pijat-pijat untuk mempercepat lahirnya plasenta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat wakunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta.

C.    Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala atonia uteri adalah:
1.         Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2.         Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3.         Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal.
4.         Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.

D.    Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan placenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1.000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih tertangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
E.     Pencegahan atonia uteri
Dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan pananganan kala tiga secara aktif. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
1.         Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
2.         Menyuntikkan Oksitosin secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.
Selain itu juga harus melakukan:
1.         Peregangan tali pusat terkendali
a.         Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat
b.         Meletakkan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5 – 10 cm dari vulva
c.         Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso – cranial
2.         Mengeluarkan plasenta
a.         Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk menahan sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian keatas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
b.         Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva
c.         Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit
d.        Suntikkan ulang 10 IU oksitoksin i.m
e.         Periksa kandung kemih, lakukan pengosongan dengan kateterisasi bila penuh
f.          Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan manual plasenta
3.         Setelah plasenta tampak pada vulva
a.         Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati.
b.         Bila terasa ada tahanan, penanganan plasenta dan selaput secara perlahansabar untuk mencegah robeknya selaput.
c.         Segera setelah plasenta lahir, melakukan massage pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
4.         Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
a.         Kelengkapan plasenta dan ketuban
b.         Kontraksi uterusperlukaan jalan lahir
F.     Manajemen atonia uteri
1.         Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2.         Masase, merangsang puting susu, dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik).
a.         Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum atau vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
b.        Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks
1)        Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
2)        Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
3)        Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
4)        Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi), Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin, Ulangi KBI Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empatJika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
3.         Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
4.         Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar. Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.
5.         Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
a.         Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
b.        Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
c.         Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari makalah Atonia Uteri ini dapat disimpulkan bahwa:
1.         Atonia uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi dan retraksi normalnya dimana tidak mampunya otot rahim untuk berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri.
2.         Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor predisposisi seperti overdistention uterus, umur, multipara, salah pimpinan kala III, penggunaan oksitosin berlebih, riwayat perdarahan, persalinan yang cepat, kelainan plasenta serta penyakit sekunder maternal, dan lain-lain.
3.         Tanda dan gejala atonia uteri adalah perdarahan pervaginam, konsistensi rahim lunak, fundus uteri naik dan terdapat tanda-tanda syok.
4.         Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan placenta lahir dan perdarahan masih aktif dan banyaknya 500 – 1.000 cc, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus  masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
5.         Dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan pananganan kala tiga secara aktif.
6.         Atonia uteri dapat ditangani dengan menegakkan diagnosis kemudian memberi tindakan masase uterus, kompresi bimanual, pemberian oktsitosin, dan memasang infus. Jika tindakan berhasil atau perdarahan terkontrol maka tranfusi darah dan rawat lanjut dengan okservasi  ketat. Jika perdarahan masih berlangsung lakukan transisi darah dan histerektomi.

B.       Saran

Sebagai bidan dan tenaga kesehatan lainnya sangat diperlukan keahlian penanganan manajemen aktif kala III yang tepat untuk pasien agar mengantisipasi terjadinya atonia uteri dan harus mengetahui tanda, gejala dan prosedur klinik penanganan atonia uteri sehingga keadaan yang dapat memburuk keadaan pasien dapat dicegah. Saat akan melakukan persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi) serta pemberian anastesi atau analgesik yang kuat sebaiknya tenaga kesehatan yang menolong persalinan memperhatikan indikasi dari tindakan yang diintervensikan. Sementara selain penanganan dari petugas, pasien juga harus merencanakan dan menjaga kehamilan dengan cara menentukan jarak anak, menenentukan umur yang tepat untuk hamil menjaga pola nitrisi selama kehamilan serta melakukan pemeriksaan rutin terhadap kehamilan (ANC) sehingga atonia uteri dapat diminimalisir angka kejadiannya.


DAFTAR  PUSTAKA

Doengoes, Marilyn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal dan Bayi. Jakarta : EGC.
Hamilton, Persis M. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas edisi 6. Jakarta : EGC.
Heller, Luz.1997.Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Jakarta: EGC.
Jaka. 2010. Atonia Uteri. Palu: http://www.drjaka.com/2010/01/atonia-uteri.html diakses 4 Januari 2012.
James R Scott, et al. 2002. Danforth Buku Saku dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetrik edisi 2. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasiona Pelayanan Kesehatan Maternatal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wolf, Weitzel F. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Gunung Agung.

Lihat dan Download Document Penatalaksanaan Atonia Uteri disini

Jangan lupa beri komentar dan isi buku tamu ya...
Disini anda juga dapat melihat-lihat berbagai macam produk seperti cabinet, celengan,
mirror, dan lain-lain.. Silahkan lihat di Product Catalog,, Selamat melihat-lihat, jika
anda berminat silahkan memesan dan menanyakan tentang produk melalui email
langsung dan buku tamu blog ini.. Terima Kasih..





2 Responses so far.

  1. Anonim says:

    Sangat bermanfaat, terima Kasih

Leave a Reply